Kamis, 04 November 2010

Wawasan AL-Qur'an

Wawasan Al-Qur’an
(Pertemuan Ketiga)

Al-Qur’an telah menjadi bimbingan hidup bagi manusia beriman dan muslim di muka bumi hingga hari ini lebih kurang selam 15 Abad. Selama itu pula Al-Qur’an telah dihafal, dikaji dan dihikmati. Jika ada yang mau mengusulkan, ia telah pantas masuk dalam buku rekor dunia dengan kategori kitab yang paling kolosal dimemori oleh jutaan manusia.
A.           Wawasan Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai nama yang dimiliki oleh himpunan wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT melalui perantara Malaikat Jibril dapat dilacak dari salah satu ayatnya pada surah Al-Baqarah: 185.
هُدًى الْقُرْآنُ فِيهِ أُنزِلَ الَّذِيَ رَمَضَان شَهْرُ
وَالْفُرْقَانِ الْهُدَى مِّنَ وَبَيِّنَاتٍ لِّلنَّاسِ
 Ayat ini menegaskan bahwa nama yang dimiliki Al-Qur’an bersumber dari Allah bukan dari produk sosial maupun budaya. Ayat itu sekaligus juga menginformasikan waktu diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu bulan Ramadhan.
Setiap muslim mengimani bahwa membaca saja Al-Qur’an sudah termasuk ibadah. Dalam salah satu riwayat hadis Nabi Muhammad bahkan menginformasikan bahwa pada hari kiamat Al-Qur’an akan menghampiri para pembacanya untuk memberikan syafaat (pertolongan). Selain itu motivasi yang disuntikan kepada kaum muslimin melalui Al-Qur’an disebutkan Rasulullah bahwa di syurga kelas “kamar” para penghuninya diurutkan berdasar jumlah ayat Al-Qur’an yang dihafal. Semakin banyak yang dimemori maka semakin tinggi “kelas kamarnya” meskipun tinggal di komplek syurga yang sama. Kesemua keterangan dari Rasulullah itu diantaranya bisa dipahami sebagai suatu stimulant yang akan membuat para pembacanya terjaga semangatnya dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Al-Qur’an mengandung bimbingan hidup manusia yang jika diringkas minimal mengandung 5 pokok pikiran utama. (1) sejarah manusia terdahulu beserta nasib yang mereka jalani; (2) kehidupan masa depan, baik di dunia maupun akhirat; (3) Allah & kekuasaannya; (4) Jenis dan karakter manusia dalam memperlakukan wahyu; (5) Perintah & larangan Allah.
B.            Al-Qur’an; Mu’jizat Nabi Muhammad SAW
Dalam kamus bahasa Indonesia, mukjizat diterjemahkan sebagai kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Asal kata mukjizat sendiri berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kerja a’jasa berarti melemahkan. Mu’jizat diterjemahkan secara bahasa dengan melemahkan karena kekuatannya yang tidak mampu ditandingi oleh manusia dan jin meskipun mereka bersatu untuk  melawannya. Nabi Musa diberi mu’jizat berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular besar dan membelah lautan. Kekuatan mu’jizat itu melemahkan dan mengalahkan kemampuan para tukang sihir sehingga logika dan hati mereka mengakui bahwa kemampuan itu hanya berasal dari zat yang Maha Kuasa. Akhirnya mereka pun memeluk agama Tauhid yang diseru oleh Nabi Musa AS.
Nabi Muhammad penutup para Nabi dan Rasul. Tanda kenabiannya adalah risalah tauhid yang dibawa dan kitab suci yang diterima, Al-Qur’an. Ia sekaligus menjadi mukzizat Nabi Muhammad. Ciri mu’jizat di dalamnya dapat diperiksa dari tantangan Al-Qur’an kepada manusia dan jin untuk menyusun satu surah saja. Kemu’jizatan Al-Qur’an terlalu kuat sehingga tidak pernah ada mahluk yang mampu menandinginya sampai hari kiamat.
Kemu’jizatan Al-Qur’an sejauh ini dipahami oleh para sarjana meliputi bidang bahasa dan sastra, ketelitian dan keharmonian antar kata dalam surah, dan keakuratan berita-berita masa depan. Keindahan bahasa dan sastra Al-Qur’an salah satunya dapat diamati pada surah-surah yang berisi ayat dengan akhiran rima senada, hingga pada surah terpendek. Pada surah Al-Kautsar contohnya, akhiran ayatnya selalu berujung pada huruf ra, hal demikian lebih memukau dibanding tradisi pantun dalam masyarakat melayu. Ketelitin dan keharmonian kata salah satu contoh dapat diteliti pada kata hayah (artinya: hidup) dan maut (artinya: mati) dalam Al-Qur’an berjumlah sama, yaitu 145. Keakuratan berita-berita masa depan satu contohnya dapat diteliti pada surah Ar Rum. Al-Qur’an menyebut bahwa bangsa Romawi yang dikalahkan oleh bangsa Persia pada saat surah Ar-Rum diturunkan akan berbalik  mengalahkan bangsa Persia. Hal demikian benar-benar terjadi.
Di luar seluruh fakta di atas Al-Qur’an pada dasarnya menegaskan dirinya sebagai petunjuk hidup bagi manusia. Al-Qur’an menginformasikan agar manusia tidak sampai lalai dari tujuan dasar diciptakannya di muka bumi. Keindahan bumi beserta isinya adalah sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Hal demikian itu adalah bekal bagi manusia untuk memasuki fase kehidupan berikutnya. Sama halnya bayi yang mengkonsumsi nutrisi di dalam rahim pada dasarnya untuk menyempurnakan bentuk panca indranya yang dipersiapkan untuk memudahkannya hidup di alam dunia dengan panca indra itu. Dengan keindahan gaya bahasa dan sastranya, Al-Qur’an membuat para budayawan terkagum-kagum. Adupun fakta-fakta kealaman membuat para pengembang sains terpukau dengan kekuatan informasinya. Hal demikian menjadikan manusia dengan beragam latar belakang disiplin keilmuan yang dimiliki mendapatkan sensasi inspirasi baru untuk mengeksplorasi kebenaran terhadap bidang yang diteliti masing-masing.
C.          Kaum Muslimin Hari Ini & Al-Qur’an
Kaum muslimin yang dimaksud adalah masyarakat muslim di Balikpapan.  Basis-basis pengajaran Islam di Kota ini merujuk pada madrasah, sekolah, pesantren dan majelis ta’lim. Organisasi yang secara khusus menjadikan dasar baca tulis Al-Qur’an sebagai basis pengajarannya dapat merujuk pada Taman Pendidikan Al-Qur’an (TK/TPA). Adapun lembaga yang secara khusus berusaha memproduksi generasi penghafal Al-Qur’an dapat merujuk pada kegiatan ketakmiran Masjid Nurul A’la di Jalan Gunung Pipa dan Masjid Istiqomah di bilangan komplek Pertamina Jalan Merdeka.
Beberapa pengakuan ringan dari segelintir mahasiswa muslim yang tinggal di Balikpapan menyatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an terdapat pada sensasi ketenangan batin pada saat membacanya. Bukan pada keindahan bahasa yang digunakan Al-Qur’an apa lagi keakuratan informasi tentang gejala alam. Sebagian peserta obrolan itu mengaku tidak menguasai sedikitpun bahasa Al-Qur’an yang beraksara Arab. Ketika ditanya proses datangnya sensasi ketenangan hati pada saat membaca Al-Qur’an pun mereka tidak mengetahui. Al hasil sensasi itu menjadi pengakuan jamak di antara mereka.
Unik tapi nyata sensasi ketenangan batin itu tidak berbanding lurus dengan frekuensi interaksi mereka dengan Al-Qur’an. Lebih lanjut dalam obrolan dengan mereka terungkap bahwa dalam satu pekan belum tentu mereka membaca dan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Obrolan itu tidak dilanjutnya dalam pertanyaan bagaimana dalam tempo sebulan. Tentu menjadi aneh ketika ketenangan batin menjadi pencarian setiap manusia namun sumber ketenangan batin (Al-Qur’an) sangat jarang didekati dan diinteraksikan. Potret ini bisa jadi ingin ikut mempertegas kenyataan bahwa agama kehilangan fungsinya dalam  kehidupan Abad 21.
Potret kasus mahasiswa muslim di atas tidak lah dimaksudkan untuk disamaratakan pada kondisi semua mahasiswa muslim di Balikpapan. Faktanya masih ditemukan kelompok muda yang mau mewakafkan diri dan usianya untuk menghafal Al-Qur’an. Pertanyaan yang belum terpecahkan kemudian adalah berapa perbandingan para generasi muda yang akrab dengan Al-Qur’an dan tidak. Jawaban atas pertanyaan itu pada akhirnya dapat menyumbang informasi tentang kehidupan agama di kalangan generasi muda awal Abad 21.
Kepastian saat ini yang bisa dipahami tentang nasib Al-Qur’an dalam kehidupan manusia berbasis teknologi adalah belum ada tanda yang vulgar bahwa keberadaanya (Al-Qur’an plus agama) menjadi punah. Bahkan berbasis teknologi itu ada saja temuan unik dari Al-Qur’an. Sebagai contoh, akibat kemajuan  bidang olah data statistik berbasis computer di Abad modern, sarjana muslim Rasyad Khalifah menjadikannya pendekatan untuk mengungkap kemukjizatan Al-Qur’an. Ia menemukan keunikan angka 19 yang didapat dari jumlah huruf hijaiyah kalimat bismillahirrohmanirrohim. Keunikan angka itu ada pada sejumlah kata yang pasti dapat dibagi dengannya. Kata Ismu dalam Al-Qur’an berulang sebanyak persis 19 kali. Kata Allah berulang di dalam Al-Qur’an sebanyak 2698 dan ini sama dengan 142 x 19. Kata rahman dalam Al-Qur’an berulang 57 dan ini sama dengan 3 x 19. Dan terakhir kata rahim di Al-Qur’an berulang 115 dimana 114 kali merujuk pada sifat Allah dan 1 kali untuk mensifati kepribadian rasulullah (Lihat dalam QS 9: 128). Adapun angka 114 sama dengan 6 x 19. Semakin dikaji, Al-Qur’an menunjukan keunikannya sebagai wahyu Allah dan menegaskan tidak ada manusia-jin yang mampu menyusunnya dengan segala ketelitian dan kecermatan tingkat tinggi seperti itu. Uniknya lagi Al-Qur’an membuka diri untuk dikaji. Dalam surah Al-Qomar ditegaskan sebanyak 4 x bahwa ‘’Allah telah memudahkan Al-Qur’an itu untuk dipelajari maka siapakah yang mau mengambil pelajaran di dalamnya”. Oleh karenanya bagi manusia yang belum sering berinteraksi dengan Al-Qur’an perlu dipertanyakan apa yang lebih penting dari Al-Qur’an hingga sedikit sekali waktu tersisa untuk membacanya. Jangan-jangan akibat disibukan dengan materi kehidupan dunia, hati manusia menjadi keras dan tidak mau mengambil pelajaran dari pesan dan kemukjizatan Al-Qur’an yang terbuka setiap saat untuk diresap.

Kamis, 21 Oktober 2010

AL-Islam

AL-ISLAM
Dosen PAI: Didi Purnomo, S.Pd.I, MA

Islam adalah agama yang telah berusia 15 Abad.[1] Hal ini jika diukur sejak masa Muhammad SAW diangkat sebagai Nabi dan Rasul pada usianya yang ke 40 tahun. Menurut penaggalan masehi waktu itu diperkirakan terjadi pada 610 M (Abad ke 7). Islam sebagai nama formal agama diketahui bukan disandarkan pada nama bangsa, suku atau  nama penyerunya.[2] Islam sebagai nama agama bersumber pada pemberian Allah sebagaimana ditegaskan dalam sebagian QS. Al-Maidah: 03.
…الْيَوْمَ أَكْمَلْت لَكُمْ دِينَكُمْ وَ أَتمَمْت عَلَيْكُمْ نِعْمَتى وَ رَضِيت لَكُمُ الاسلَمَ دِيناً…
“…Hari ini Aku sumpurnakan agamamu dan Kulengkapi nikmatku, dan Aku ridha kepadamu Islam sebagai agama...”
Fakta di atas menunjukan bahwa Islam dilihat dari aspek nama, ia memiliki nilai keasliannya sendiri. Islam bukan hasil konstruk sosal, budaya apa lagi ketokohan. Islam menegaskan sebagai agama yang memiliki validasi wahyu yang kokoh. Muhammad SAW sebagai penyerunya sampai para pemeluknya hari ini pun tidak pernah menyebut bahwa pengajaran yang diusungnya sebagai Muhammadisme.
Islam sebagai agama yang Allah turunkan untuk membimbing kehidupan manusia di Bumi, ternyata bukan satu-satunya disebut bagi Nabi Muhammad. Keterangan dalam Al-Qur’an menginformasikan bahwa Nabi Nuh, Ibrahim dan Islam telah menyebut-sebut identitasnya sebagai muslim. Antara keterangan itu dapat diperiksa pada QS. Yunus: 72.
”Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah Sedikit pun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (Muslim)-(kepada-Nya)”.

Secara bahasa, Islam dimaknai berupa pasrah, berserah diri dan juga tunduk. Jika dikaitkan dengan konteks kehidupan yang lebih luas, Islam adalah agama yang mengajak dan membimbing kepada para pemeluknya agar pasrah, berserah diri dan tunduk pada tuntunan Allah dalam menjalani kehidupan jika ingin selamat hidup di dunia dan akhirat.
Nabi Muhammad tidak pernah mengklaim bahwa agama Islam hanya diperuntukan bagi dirinya. Islam bagi Nabi Muhammad merupakan kelanjutan risalah dari tugas para Nabi dan Rasul sebelumnya. Ada pun di Era Nabi Muhammad, Islam sebagai risalah langit telah sempurna menjadi dien bagi seluruh manusia. Oleh karenanya tidak ada lagi Nabi baru sesudah Nabi Muhammad. Yang ada sesudah itu adalah para pewaris tugas Nabi & Rasul. Untuk perkara ini Nabi Muhammad menyebut mereka sebagai para Ulama.
Sebagian sarjana muslim keberatan menyamakan istilah dien dengan agama atau pun religion sebagai padanannya. Mereka beralasan bahwa istilah agama dan religion hanya mengekspresikan relasi ritual antara manusia dan Tuhan. Dalam konteks itu, istilah agama dan religion hanya menempati wilayah private manusia. Konsekwensinya agama tidak punya wewenang mengatur kehidupan manusia di ruang publik. Berdasar pada argument ini akhirnya mereka tetap mempertahankan istilah dien untuk disambung dengan Islam. Istilah dien bagi mereka meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk wilayah private dan public dimana Islam mengatur kesemuanya dan membimbing manusia agar dalam jalan yang diridhoi oleh Allah.[3]

A.        Karakter Agama Islam
Rosulullah bersabda bahwa Islam ditegakan oleh Syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji bagi yang mampu.[4] Selain keterangan ini Sarjana muslim yang bernama Said Hawa menjelaskan bahwa Islam merupakan perkara (1) aqidah, sebagaimana tercermin dalam dua kalimat sahadat dan rukun iman; (2) Ibadah, yang tercermin dengan shalat, zakat, puasa dan haji; (3) bangunan (system) yang tegak di atas rukun-rukun dtersebut yang tercermin dengan seluruh system hidup Islam, yang mencakup system politik, ekonomi, social, budaya, pendidikan, kemileteran, akhlak dsb.; (4) tiang-tiang penegak sebagai cara menegakan Islam yang tercermin dengan jihad, amar ma’ruf nahi munkar. Tiang-tiang penegak ini bersifat kudus (rabbani).
Penjelasan di atas dapat diilustrasikan dengan gambar sebagai berikut:
 













Ilustrasi di atas menggambarkan Islam laksana satu bangunan yang utuh. Pondasi Islam terletak pada perkara aqidah. Kemudian ajaran Islam yang meliputi perkara syariah, ibadah dan muamalah menjadi tiang penyangga bangunan. Hal tersebut belum selesai masih dibutuhkan atap agar Islam tidak mudah terkena hujan, panas dan badai. Hal ini hanya terwujud ketika setiap muslim bersungguh-sungguh (jihad) mengamalkan ajaran Islam di segala aspek kehidupan. Akhirnya jadilah Islam sebagai satu bangunan yang kokoh.

B.         Agama Islam dalam Kehidupan Modern
Modern dalam paper ini dimaksudkan sebagai kehidupan Abad 21. Suatu era dimana batas bangsa dan wilayah Negara tidak lagi menjadi masalah utama bagi manusia di dalamnya untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi. Keterhubungan antar bangsa dalam interaksi (pergaulan) yang melampaui batas teri-tori suatu Negara otomatis juga menggambarkan lalu lintas budaya tersendiri dari subjek budaya yang berinteraksi. Dampak positifnya, masing-masing budaya dapat saling meminjam keunggulan yang dimiliki mitra interaksinya. Bagi budaya yang tidak memiliki kepercayaan diri, maka interaksi itu malah menyebabkannya mengerut, hingga akhirnya menduplikasi seluruh budaya yang superior. Menduplikasi ini lah akhirnya menyebabkan proses saling meminjam menghilang. Jika sudah pada taraf ini maka potensi hancurnya suatu budaya terjadi.
Perkembangan mencolok Abad 21 dibandingkan masa sebelumnya dapat juga diamati melalui semakin mudahnya kehidupan manusia. Kemudahan itu dijamin oleh keberadaan temuan dan perkembangan ilmu pengetahuan-teknologi. Sebagai contoh, di era KH Ahmad Dahlan maupun KH Hasyim As’ari ke bawah (terutama sebelum diketemukan kapal api), seremoni melepas seseorang yang berangkat ibadah haji ke Mekkah seperti melepas orang meninggal karena diwarnai isak tangis. Hal ini terjadi karena keluarga yang bersangkutan tidak mengetahui persis kapan yang dilepas akan pulang lagi ke tanah air. Pada masa ini menunaikanibadah haji membutuhkan waktu lebih dari setahun dua tahun. Berbeda dengan Abad ini, untuk menunaikan ibadah haji dibutuhkan waktu paling lama 1 bulan bahkan bisa hanya 2 pekan bagi VVIP. Fakta ini mempertegas bahwa pengetahuan (ilmu) menjadikan hidup manusia lebih mudah.
Kemudahan hidup yang dialami manusia di era modern tidak mesti berbanding lurus dengan keberkahan yang didapat.[5] Kemodernan yang dicapai manusia pada kasus tertentu ternyata malah menjauhkannya dari bimbingan agama (Islam). Manusia merasa cukup dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya dan tidak perlu lagi meminta kepada Allah. Potret ini pada akhirnya melahirkan masyarakat sekuler, yaitu sistem sosial yang tidak lagi memperhatikan bimbingan agama dalam menghadapai permasalahan kehidupan. Sebagai contoh, dalam bidang ekonomi, untuk melipatgandakan kekayaan, ada masyarakat yang sampai menghalalkan riba meskipun harus menghisap dan memiskinkan masyarakat yang lain. Dalam masyarakat ini akhirnya agama bernasib malang karena diabaikan dan ditinggalkan pemeluknya seiring modernisasi kehidupan yang dialami. Kalau pun masih dibutuhkan serimoni keagamaan, hal itu paling-paling hanya tampak saat acara pernikahan dan kematian. Karena agama terlanjur ditinggalkan maka potret masyarakat tadi tampak senantiasa diliputi rasa ketidakpuasan dan kegelisahan hidup. Khawatir harta bendanya dicuri atau rumahnya dimasuki pencuri maka dibuatlah pagar rumah yang tinggi. Sangking tingginya sampai-sampai ia tidak mengenal tetangganya karena terlanjur terpisah oleh tembok.
Potret hilangnya berkah dalam masyarakat modern tidak menjadi wajah tunggal proses modernisasi bangsa. Di antara hiruk pikuk jam kerja masyarakat kota, masih terdapat fakta yang menunjukan sebagaian masyarakat meramaikan tempat-tempat ibadah. Lebih jauh dari itu, di suatu medan kerja yang berat seperti tempat pengeboran sumber daya alam di lepas pantai (RIG) masih ada kesadaran akan kebutuhan mereka akan bimbingan agama. Potret ini menunjukan satu optimisme kehidupan bahwa selain kehausan materi yang terus mereka kejar ada kehausan lain yang juga menuntut untuk dipenuhi, yaitu pencarian akan zat yang hakiki- Allah. Jalan itu bagi mereka tersedia oleh ajaran agama. Ilmu pengetahuan-teknologi dan perkembangan temuannya hari ini belum mampu mengobservasi Tuhan dan Zatnya, namun demikian bagi mereka tidak harus menyebabkan mereka skeptis akan realitas Allah dan perkara gaib.[6] Mereka merasa bahwa keterbatasan panca indra manusia untuk mengobservasi Allah menegaskan bahwa dibutuhkan alat lain untuk merasakan dan mengalami kekuatan hidup yang hakiki (Allah). Ada pun itu ternyata terfasilitasi oleh ajaran-ajaran agama. Bagi mereka, pilihan menjadi modern menyebabkan diri semakin butuh akan agama. Hal demikian tetap memposisikan mereka berkesesuai dengan ciri masyarakat modern yaitu rasional, terbuka, menghargai keragaman, dan optimis dengan masa depan.

C.       Hubungan Islam dan Iman
Allah menyeru manusia agar memeluk agama-Nya secara kaffah (menyeluruh diseluruh aspek kehidupan atau tidak sepotong-sepotong. Hal ini ditegaskan Allah dalam QS. Al- Baqarah: 208;

        
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”      

Sebab diwahyukan firman Allah di atas berawal ketika sebagian orang Yahudi[7] yang baru memeluk Islam meminta kepada Rasulullah SAW agar mereka tetap bisa merayakat hari Sabtu sebagai hari suci mereka dan tetap membaca Taurat di malam hari. Permintaan itu langsung dijawab Allah melalui firman di atas. Subtansi pesanya adalah siapa pun yang telah memeluk Islam maka jadikanlah ia satu-satunyab bimbingan hidup. Selain itu barang siapa yang telah menegakan rukun iman buktikan lebih lanjut dengan menegakan rukun Islam karena hal demikian lah sebagai kesempurnaan dalam beragama. Oleh karenanya yang menjalankannya akan terhindar dari jebakan-jebakan syetan.


[1] Menurut penanggalan Hijriah, saat ini adalah tahun 1431 H. Artinya telah mencapai 15 Abad Hijriah.
[2] Yahudi sebagai nama agama disandarkan pada bangsa Yahudi (saat ini akrab dengan sebutan Israel). Kejawen sebagai salah satu agama local di Indonesia bersumber dari suku pemeluknya, orang Jawa. Budha sebagai nama agama disandarkan pada nama penyerunya, Budha Gautama.
[3] Pandangan seperti ini dapat dilihat satu diantaranya pada karya Sa’id Hawa, Al-Islam.
[4] Salah satu hadits yang menegaskan hal ini dapat dilihat pada karya Imam Nawai, Hadits Arbain, No. 3.
[5] Berkah adalah istilah dalam agama. Berkah secara empiric dapat dipahami sebagai berlipatnya nilai tambah dari kebaikan yang diinvestasikan. Sebagai contoh, Seseorang yang mengeluarkan hartanya untuk menolong orang miskin. Harta yang diberikan itu memberi nilai tambah bagi pemiliknya berupa status “sang dermawan”.
[6] Perkara gaib antara lain adanya Surga, Neraka, Malaikat, Setan dan Hari Kiamat.
[7]  Mereka adalah Abdullah bin Salam, Tsa`labah bin Yamin serta Asad dan Usaid bin Kaab, Said bin Amar dan Qais bin Zaid. Lebih lanjut lihat www.alqur’an-indonesia.com.

Niat & Menuntut Ilmu

Niat & Menuntut Ilmu
Dosen PAI: Didi Purnomo, S.Pd.I, MA

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
:   يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
(( إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ، وَ مَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ ))  [رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري و ابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Dari Amīr al-Mu’minīn, Abū Hafsh ‘Umar bin al-Khaththāb , dia menjelaskan bahwa telah mendengar Rasulullah  bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut” (HR. al-Bukhāriy dan Muslim)

Hadits di atas cenderung diletakan pada bab pertama pada setiap kitab-kitab hadits.[1] Terutama lagi bagi kitab hadits yang menghimpun tema akhlak dan amal shaleh. Hal demikian menandakan bahwa setiap muslim saat mengawali amal kebaikan menjadikan niat sebagai perkara yang penting untuk diposisikan dengan tepat terlebih dahulu. Ada harapan di dalamnya bahwa hasil akhir yang baik dipengaruhi oleh niat (motive) yang benar (lurus).
Saat diamati lebih seksama, niat yang kuat dari seorang muslim dalam mengerjakan amal sholeh mengandung beberapa unsur pembentuk. Hal demikian minimal terdiri dari empat bagian, yaitu:
1.         Semangat
Dalam kamus bahasa Indonesia arti kata semangat merujuk salah satunya pada makna kekuatan batin.[2] Semangat juga memiliki kedekatan makna dengan power. Dalam redaksi yang lebih sederhana ia bisa di persamakan dengan gairah. Oleh karenanya ibarat berbagai peralatan elektronik, ia tidak akan menghidupkan atau memainkan fungsinya ketika tombol power tidak dipantik terlebih dahulu.
2.         Tekad
Secara bahasa tekad merujuk makna kebulatan hati. Tekad juga berupa keberanian mengambil keputusan untuk bertindak. Jika diperumpamakan dengan perbuatan seseorang yang berniat menjadi penghafal  Al-Qur’an maka tekadnya ditunjukan dengan keputusan mematok sebagian besar waktunya untuk mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an dan mengurangi waktu untuk ngobrol atau perbuatan yang tidak ada kaitannya dengan memperkuat hafalan. Contoh lain, seseorang yang berniat menjadi muslim yang taat maka tekadnya ditunjukan dengan keberanian diri memutuskan /menutup celah-celah menuju keburukan hidup. Contoh terakhir, seseorang yang berniat lancar berbahasa asing maka tekadnya dapat terlihat dari keberanian mempraktekannya.
3.         Nekat
Nekat yang dimaksud adalah keberanian diri menanggung resiko. Contoh nyata, seseorang mahasiswa yang ingin menjadi programmer maka ia berusaha semaksimal mungkin kuliah meskipun biayanya harus ngutang kesana-kemari. Contoh lagi seseorang yang berani menjadi insinyur dibidang listrik (baik arus lemah/tinggi) maka ia berani menaggung resiko sekali dua kali tersengat teganggan listrik.
4.         Ilmu
Ilmu sederhananya adalah pengetahuan akan sesuatu. Niat menjadi apa pun, ilmu merupkan unsur pembentuk yang menopang amal bernilai lebih. Dalam hal ini ada baiknya direnungkan satu ungkapan bijak yang mengatakan bahwa dengan cinta hidup menjadi indah, berbekal agama hidup jadi terarah dan dengan ilmu hidup jadi lebih mudah. Artinya apa pun niat seseorang ingin dicapai ketika ia menguasai ilmunya maka pencapaian niat itu menjadi lebih mudah dilakukan. Contoh sederhana, seseorang yang berniat pergi ke Samarinda, pencapaian niat itu menjadi lebih mudah saat yang bersangkutan sudah mengetahui informasi (pengetahuan) jalan & kendaraan yang menuju ke Samarinda.
Unsur ilmu dalam setiap niat pada akhirnya Allah jadikan sebab seorang muslim memiliki derajat sosial & taqwa lebih tinggi pada sesama.[3] Menimbang berharganya suatu ilmu maka Rosulullah SAW menjadikannya wajib dikuasai bagi setiap muslim & muslimat.


[1] Sebagai contoh dalam karya Imam Nawawi, Kitab Hadits Arbain. Selain itu Karya Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Kitab Lu’ lu wa al-Marjan fima Ittafaqo ‘Alaihi As-Syaikhonu
[2] Akses cepat & mudah tentang makna kebahasaan lihat www.KamusBahasaIndonesia.org
[3] Tadaburi (renungkan) QS Al-Mujadilah: 11; juga Az-Zumar: 9.